Bagian Dua : Merawat Luka

78 4 0
                                    

Setelah beberapa hari kepergian Mas Rian, rasa rinduku padanya begitu besar. Sungguh ingin sekali aku menemuinya dan melepaskan rasa rindu kami. Namun hal itu tak dapat aku lakukan, aku tahu aku harus menahan semua rasa ini. Ia telah berjanji akan pulang secepatnya. Sebagai istri aku akan selalu menunggunya.

Aku tahu Mas Rian pasti akan kembali. Ia tak pernah mengingkari janjinya. Meski aku tahu mungkin dia agak sulit menyesuaikan dirinya. Namun ia selalu mampu membuatku merasa nyaman. Meski ia saat ini jauh di sana.

Bunyi pesan masuk menyentakkan diriku dari lamunan akan Mas Rian. Aku memperhatikan pesan yang masuk ke dalam ponselku. Aku sangat hafal siapa yang menghubungiku. Ia yang selalu ada dan perhatian padaku. Ia Pasti akan selalu menanyakan hal yang sama. William akan selalu menanyakannya. Ia terlalu mengerti dan tahu akan diri ku.

" Larissa, Jadi Ku temani hari ini ?" Bunyi pesan masuk yang terpampang di ponsel ku.

Aku selalu tertegun membaca pesannya. Aku merasa begitu besar perhatiannya padaku. Ia tak kan pernah lupa semua jadwal yang berkaitan dengan hal itu. Aku tahu ia melakukan ini karena sangat menyayangiku. Ia akan selalu menjadi yang terdepan membantu semua nya.

Rasa bahagia membuatku tersenyum. Dia selalu sama seperti dulu. Mengerti segala keputusan yang kuambil. Meski aku tahu dia masih sulit untuk menerima. Namun aku menghargai semua yang ia lakukan. Aku kembali melihat ponselku dan membalas pesannya.

"Iya" Jawabku membalas seperti biasa nya.

Aku membalas pesannya seperti biasa, mengingat aku tak kan bisa menolak semua perhatiannya. Ia pasti akan melakukan lebih dari ini jika aku tak menyetujuinya. dan aku tak ingin ia melakukan hal itu. Terlalu takut diriku jika ia melakukan seperti apa yang sering diungkapkan nya.

"Larisaa jika kamu acuh seperti ini lagi, aku akan mengatakan semaunya pada Rian, aku tak ingin kamu tersakiti dan hidup penuh kebohongan"

Ucapnya selalu jika aku abai dengan diriku. Ia akan selalau mengatakan hal yang sama hingga aku tak akan bisa menolak semua perhatian dan rasa khawatirnya. Dan aku hanya bisa menyetujui apapun Itu,

Aku tak ingin membuat keadaan semakin memburuk. Saat ini semua sudah sesuai dengan yang harus terjadi. Aku tak ingin menyakiti laki-laki yang ku cintai dengan kenyataan yang terjadi. Aku sangat tahu mas Rian pasti akan sangat terluka dengan semuanya.

"Aku hampir sampai"

Pesan balasan yang kuterima pun seperti biasnya dari William. Aku sudah hafal semua tingkahnya. Ia menghubungiku hanya untuk memastikan. Karena aku tahu ia akan sampai sebentar lagi, ia pasti mengirimkan pesan ketika menuju kesini. Dan aku tak terkejut dengan hal itu.

Setelah beberapa menit ku manfaat kan untuk merias penampilanku, aku tak ingin dia semakin mengkhawatir kan keadaan diriku. Aku tahu betapa cerewetnya ia ketika menemukan penampilan ku yang seperti tak biasanya. dan saat ini aku sedang tak ingin mendengar semua nasihat itu. William terlalu cerewet, ia akan mengomel dan akhirnya menyalahkan Mas Rian.

Bunyi kendaraan yang memasuki rumah membuatku beranjak dari kamar. Aku sudah siap dan akan segera menemuinya.

Aku tak ingin dia menunggu terlalu lama. meski aku tahu William tak akan keberatan dengan hal itu. Kesabarannya menunggu patut ku akui. Ia tak ka keberatan melakukannya untukku.

"Hai" Sapa Aku ketika aku lihat ia sudah duduk di teras rumah. Ia terlihat menaikkan pandangannya. Aku tahu ia sedang meneliti wajahku. Dan aku berusaha menampilkan senyuman terbaik, karena itu yang pasti ia ingin lihat dariku.

"Sudah Siap?" Tanyanya setelah tak menemukan yang ia cari. Ia juga terlihat membalas senyumku.

Aku tahu ia cukup puas dengan keadaanku. Wajahnya terlihat lega ketika tak menemukan apa yang ia cari. Aku sangat tahu dan hafal ekspresi itu. William terlalu banyak mengkhawatirkan sesuatu.

Kami akhirnya memutuskan untuk pergi, ia melajukan kendaraannya membelah jalan yang padat. Aku tahu ia meninggalkan pekerjaannya hanya untuk menemani jadwal ku.

"Apa kamu akan seperti ini terus Larissa ?, ini terlalu sulit untuk ku terima " Tanyanya dengan ekspresi khawatir, meski pandangannya tetap menatap lurus ke depan. Menatap kepadatan jalan yang siang ini untuk kesekian kali kami lalui.

Aku yang mendengar pertanyaanya hanya bisa tersenyum. Tak menduga ia akan mempertanyakan hal ini kembali Untuk ke sekian kalinya.

"Aku sudah menjelaskannya Will, dan aku baik-baik saja" Ucapku menjawab pertanyaannya.

Aku tahu ia tidak terlalu puas mendengar jawabanku. Ia terlihat masih akan menanyakan sesuatu. Namun aku tak membiarkan mengatakan apapun. Aku tak ingin pertanyaannya akan mengingatkanku pada luka yang telah berlalu.

"Sudah sampai" Ucapnya menyadarkanku dari semua bayangan masa lalu. Ia terlihat meneliti wajahku yang terlihat tegang.

Aku yang mendengar perkataannya memperhatikan sekitar. Bangunan ini sudah tak asing bagiku.

"Kamu selalu mengatakan itu" Ucap William lirih sebelum keluar dari kendaraan. Ia terlihat berdiri menatapku dan menungguku untuk ikut keluar.

Aku hanya menghela nafas mendengar perkataannya. Aku tahu ia hanya kecewa dengan keputusanku. Namun aku yakin inilah yang terbaik. Aku tak ingin menyakiti semuanya. Aku hanya ingin semua berada pada posisi yang seharusnya. Agar luka tak merambat pada hati yang lain. Karena sungguh aku tak ingin melihat luka pada dia yang kucintai.

.

Cerita ini On Going di Karya Karsa dengan akun Penulis : January Lin

.

Jangan Lupa Like dan Comment ya. Thankssss

Guys ini cerita hanya terdiri dari 15 part saja.....!!

.


MENCINTAIMU (END)Where stories live. Discover now