Dua

467 71 0
                                    

"Kak Fen, anterin yuk. Jahit kebaya buat nikahan Kak Dessy?" Fira merapatkan dirinya di kusen pintu kamarku yang malam ini lagi rebahan sambil maraton nonton drakor.

Kuputar bola mata dengan jengah. Tepat saat muka ganteng Cha Eun Woo muncul di layar laptop 17 inci milikku,  rengekan adikku itu kembali menggangguku. Mirip nyamuk tahu nggak.

"Kak... Ayolah! Nikahannya kan dua bulan lagi!" Fira mulai rese. Dia masuk dan ikut rebahan di atas kasurku yang mungkin sebentar lagi sudah mau jebol, karena sudah nggak  kuasa lagi menahan berat badanku yang setiap hari kian bertambah itu. Mungkin kalau bisa bicara, kasur ini bakalan protes.

"Nah, itu dia!" kataku sinis.  "Masih dua bulan lagi kenapa sekarang lo udah  ribut- ribut aja? Berapa lama sih jahit kebaya?"

"Aduh, Kak Feni ini gimana sih? Penjahit langganan aku ini orangnya laris banget loh! Daftar tunggunya konon lebih panjang ketimbang antrian minyak goreng di minimarket bulan apa itu! Ciamik deh pokoknya hasilnya! Atau... Kakak masih dendam karena akhirnya Mas Erwan milih Kak Dessy?" todong anak ingusan itu sok tahu.

Jarak usia antara aku dengan Fira memang cukup jauh. Delapan tahun. Sekarang ini Fira masih menyelesaikan skripsinya. Hanya Tuhan yang tahu kapan dia lulus dan mulai berguna untuk dirinya sendiri.

Kami sebenarnya tiga bersaudara. Kakak sulungku bernama Mas Ferdi, bekerja di perusahaan perakitan mobil di Tangerang. Usia Mas Ferdi lebih tua tiga tahun dariku. Menikah dengan Mbak Intan yang asli Malang dan mereka sudah dikaruniai dua orang anak.

Sementara ayahku adalah guru geografi di sebuah SMA negeri. Usia beliau kini sudah memasuki akhir lima puluhan. Sekarang ini selain  sibuk mengajar, Ayah sibuk memelihara burung dan memancing--- seperti hobi bapak-  pada umumnya--- bedanya, Ayah membuka toko perlengkapan alat memancing dan pakan burung serta ikan. Dia bahkan menyediakan sangkarnya.

Sementara ibu berjualan nasi uduk di depan gang. Sudah sejak beliau menikahi ayah hampir tiga puluh tujuh  tahun yang lalu.

Tadinya ibu bilang hanya mau punya dua anak. Tahunya keluar si Fira pada saat usia ibu tak lagi muda. 34 tahun tepatnya.

Sejak dulu Fira memang ngeselin dan hobi bikin gara- gara denganku. Kalau aku nggak menanggapinya, cewek centil itu pasti akan mengadu pada ibu bahwa aku hobi ngerjain dia. Padahal kan dia yang sering rese. Suka minjem- minjem tas kek, baju, kek , sepatu kek, pokoknya apa aja yang bisa dipinjem sama dia pasti bakalan dipinjem deh. Kalau ukuran kolor sama bra kami sama, pasti juga dipinjem sama tuh bocah baru gede.

Sampai sekarangpun adikku itu tetaplah seorang cewek yang haus perhatian. Lebih heran lagi, si Dodi, pacar Fira kok ya betah punya pasangan yang  tukang ribut begini!

"Ngomong apaan sih? Itu lagu lama tahu. Sudah nggak musim!" aku melengos. Nggak terima dong dikatain begitu! Lebih- lebih sama si centil satu ini.

"Halah, aku tahu sendiri kok. Kalau Mas Erwan lagi ngapel, Kak Feni pasti pulangnya larut banget. " Bibirnya mencong- mencong.

Memang rumah Bik Maemunah berada tepat di depan rumah orangtuaku. Itu pula yang jadi awal malapetaka hidupku.

Kalau Erwam ngapel ke rumah, Dessy kadang kayak semacam sok nimbrung gitu. Dia sih bukannya genit atau apa. Tapi kelihatan banget dia itu selalu cari perhatian kalau ada Erwan yang sedang mampir ke rumah buat ngapelin aku.

Sok monopoli Erwan gitu. Bikin males lah pokoknya. 

Kadang minta tolong benerin tivilah, masukin mobil ke garasilah, minta tolong ganti bohlam lah. Singkatnya, di hadapan Erwan, Dessy selalu berperan sebagai putri yang lemah lembut dan harus ditolong.

Fat And Fabulous Where stories live. Discover now