Dua belas

349 61 2
                                    


Rupanya yang datang adalah Alvin.

Tapi dia nggak sendirian, melainkan mengajak pegawainya yang paling ceriwis sedunia.

Siapa lagi kalau bukan Iwan?

Tapi itu nggak penting sih. Yang penting siang itu Alvin tampak ganteng banget. Bikin aku bengong mampus.

Kacamata yang bertengger di hidung mancungnya itu nggak pernah bikin aku bosan buat memandanginya sepanjang waktu. Belum lagi kali ini dia pakai kemeja hitam lengan panjang yang sudah digulung ke siku. Lalu dipadukan dengan celana chino warna khaki.

Ya Ampun ganteng banget ini anak orang! Jadi pengin meluk deh! Cuma cewek belok yang nggak ngakuin kalau Alvin Mahendra Datta itu cakepnya ngalah- ngalahin oppa favoritku sepanjang masa; Cha Eun Woo.

Saking fokusnya aku ngelihatin muka ganteng itu, sampai- sampai nggak sadar Iwan sudah berdiri di sampingku. Menyenggol bahuku yang tebal dengan bahunya yang runcing.

"Muka tolong dikondisikan! Gue nggak bawa tadah buat iler lo!" bisik Iwan yang sama sekali nggak kugubris.

Bodo amatlah sama dia! Gangguin aja.

Jadi ceritanya tuh si Alvin datang ke Stardust sambil bawain makanan buat aku dan seluruh penghuni Stardust. Dua keresek jumbo berisi ayam geprek. "Syukuran kesembuhan lo aja." Jawab lelaki itu ketika aku menanyakan alasannya. "Habis beberapa hari ini kedai Jotos tuh sepi. Kemungkinan besar karena nggak ada lo yang nongkrong di sana!"

Aku mendorongnya  dengan ekspresi pura- pura sebal. "Ih, lo kira gue semacam penglarisan apa? Tapi kan gue masih disuruh diet minyak!" Mukaku seketika manyun.

"Oh, soal itu lo nggak perlu khawatir," tangannya merogoh ke dalam sebuah kantong kresek warna putih. "Apaan tuh?" tanyaku penasaran.

Tangan Alvin yang dilingkari arloji Seiko hitam bergaya klasik nan elegan itu membuka bungkus styrofoam. "Gado- gado." Ujarnya dengan senyum seratus watt. Aku terpana.

"Belinya di Cikini,"

Aku manggut- manggut.

Sebenarnya, aku lebih suka ketoprak sih.

***

Hari ini mondar- mandirnya diantarin abang Grab. Ke Grand Indonesia, ke Bintaro, ke Gandaria City. Pokoknya sibuk bangetlah.

Aku mendelegasikan Kay buat ngambil undangan ke percetakan di Ciganjur. Kay dengan Suzuki Swiftnya yang mungil dan sama lincahnya nggak pernah keberatan meskipun cuma dikasih tugas- tugas remeh gitu.

Malahan kalau nggak dikasih tugas dia itu ribut macam lalat di mix dengan nyamuk. Bikin telingaku pengang.

Sore ini Icha ngajak ketemu di Gandaria City. Mal yang terletak di Kebayoran itu sore ini nggak begitu ramai. Aku langsung menuju ke gerai kopi sejuta umat.

Tumben Icha belum datang. Aku memesan green tea latte dan lemon tart. Tahu habis ini pasti bakalan lapar lagi, tapi dokter menyarankan aku makan sedikit demi sedikit. Jangan langsung banyak, karena rupanya lambungku juga terganggu.

Sekarang rasanya malah setiap lewat di depan restoran apa gitu, terus kecium baunya dari luar dan aku pengin, kalau nggak dituruti pasti perutku rasanya macam dipelintir- pelintir. Periiiihhh banget.

Tapi karena kolestrol, aku nggak bisa menuruti apapun yang dimau sama lidah dan hidungku. Pokoknya complicated banget deh.

Sebagai gantinya, aku disuruh untuk memperbanyak makan buah- buahan, dan makan- makanan sehat; sayur.

Untuk progres penurunan berat badan juga belum menampakkan hasilnya yang gilang- gemilang. Turun satu ons saja belum kok.

Icha senang banget waktu melihatku. Dia sampai cipika- cipiki, nggak peduli kulit mukaku sedang jadi penambang minyak. Aku nggak tahu lagi, deh. Segala produk sudah kucoba supaya minyak di pori- pori kulit wajahku berhenti nongol. Tapi yang ada, semakin aku keras berpikir, semakin mukaku macam panen minyak saja.

Fat And Fabulous Kde žijí příběhy. Začni objevovat