Bab Dua

304 14 10
                                    

"Gio, ayo disapa tamunya."

Gio berdiri. Dia yang tadi lagi pegang handphone terlihat agak kaget begitu melihat tamu yang dimaksud ayahnya.

"Halo, Om dan Tante. Saya Gio."

"Gio udah gede ya. Dulu perasaan masih kecil banget."

"Udah selesai kuliah ya pasti? Ih, Tante jadi pangling."

"Mah, dia siapa?"

Pertanyaan Ayas yang terdengar super polos sukses membuat kedua orang tua Gio dan laki-laki jangkung itu menatapnya. Bukannya apa-apa, tapi... siapa sih yang nggak kenal sosok Gio?

Reynaldi Giovan Saramitha.

Cowok berusia 27 tahun yang lagi populer di kalangan arsitektur. Para arsitektur muda pasti nggak akan asing sama nama ini, karena foto dan nama lengkap serta cuitan yang memotivasi menjadi sampul majalah terkenal kategori bisnis dan arsitektur bulan kemarin.

"Aduh, calon guru mah beda ya bacaannya. Pasti sibuk cari jurnal dan nggak peduli sama bisnis." Om Rully membuka obrolan. Mereka sudah duduk berhadapan. Ayas duduk berseberangan persis dengan Gio.

"Iya, sampe pusing gue liat tumpukkan buku-bukunya," sahut Papa Johan. Kedua laki-laki paruh baya yang sudah bersahabat lama itu tertawa.

"Jadi Ayas sekarang udah mundur nih dari arsitektur? Mau jadi guru ya katanya?"

"Iya, Tante. Ayas nggak kuat di arsitektur. Mau bolos aja rasanya tiap hari," keluh Ayas. Mukanya mendadak sedih mengingat masa kuliah 2 tahunnya di jurusan itu.

"Doain aja, Lin. Dia mau jadi guru yang ngajarnya di desa-desa. Bantu anak-anak nggak mampu," timpal Mama Ririn. Kemudian Ayas mengangguk sebagai tambahan.

"Beneran? Waduh, ini mah anak bapaknya banget. Dulu papamu sering banget gratisin desain ke orang-orang. Desain masjid, panti asuhan, jompo, sampe rumah pribadi aja dikasih free. Inget nggak, Jo? Yang dulu tuh, si Pak Sugih yang mau renov rumah tapi dananya ngepas!"

"Alah, udah lama banget itu."

"Dah, dah. Apapun niatnya, yang penting harus baik. Semoga kamu cepet lulus dan bisa ngajar ya, Yas." Tante Linda tersenyum.

"Hehehe, iya, makasih Tante."

Pelayan datang membawa makanan. Gio yang sedari tadi hanya diam pun akhirnya membuka suara, "Om Johan arsitek, ya?"

"Saya? HUAHAHAHA!! Bisa aja kamu ngambil hati saya!" Papa Johan tertawa lepas. Gio tersenyum bingung.

"Si Johan ini dulunya sekolah arsitek, tapi kagak kelar. Cuman, karna dia kreatif dan punya bakat di bidang itu, jadi dia suka gambar-gambar dan ternyata banyak dilirik orang. Pengalamannya juga banyak. Jadi deh dia arsitek dadakan," ayahnya menimpali.

"Kenapa emangnya, Yo..? Kaget ya?"

"Sedikit. Tapi nggak pa-pa, Om. Itu keren."

Gio ketawa. Semua orang di sana juga menimpalinya sama.

"Kalau kamu udah lulus magister juga pasti ya?"

"Udah, Tan. Sekarang aku mau fokus sama perusahaan. Kadang jadi dosen cabutan juga sih, suka kasih seminar atau workshop di kampus-kampus."

"Wah, bisa kolab nih sama saya!"

"Saya udah niat gitu, Om!"

"Emang deh, ketemu temen lama rejekinya nggak kemana!"

Selesai makan malam, mereka semua sibuk ngobrol. Banyak yang dibahas, dari mulai masa lalu ketika para orang tua ini masih kuliah, sampai akhirnya menikah dan punya anak. Kemudian Keluarga Johan yang pindah ke Bandung dan nyaris lost contact dengan Keluarga Rully.

I Got LoveWhere stories live. Discover now