Mulai membaik

8 0 0
                                    

     "Ryan, kalau dibuat makan masih mual gak?" Tanya Dokter Ardhito. Ryan menggeleng.

"Oke kalau gitu, kita bisa lepas NGT kamu. Tapi kalau kateter, mungkin nanti di lepasnya kalau kamu sudah sembuh aja ya? Sama masker oksigennya jangan sering-sering di lepas" Ryan hanya mengangguk-angguk dengar penjelasan Dokter. Suster yang membersamai Dokter Ardhito mulai membantu Ryan melepaskan selang NGT.

"Baik, mungkin beberapa hari kedepan, kalau kamu membaik kamu bisa pulang" ucap dokter tersebut sambil pamit keluar kamar. Mama mengangguk berterimakasih kepada Dokter Ardhito.

"Nah kan, sekarang kamu istirahat deh, biar cepet mendingan!" Sahut mama. Ryan menggeleng.

"Aku gini aja udah istirahat ma, mau istirahat gimana lagi?" Tanya Ryan sambil cemberut. Mama tertawa.

"Yauda ini mama kasih iPad kamu, mama yakin disitu banyak kerjaan kamu kan" mama memberikan kepada Ryan. Ryan tersenyum senang dan mulai memainkannya.

     "Ryan, ada temenmu ini" mama meneluk bahu Ryan. Ryan menoleh. Tampak Clarissa di ambang pintu, tersenyum.
"Mama tinggal ya Ryan! Clarissa, tante titip Ryan ya!"seru mama dari depan pintu. Ryan mengangguk.

"Masuk aja sini" Clarissa melangkah ke dalam kamar rawat Ryan.

"Hai! Gue bawain cheesecake, tapi gue gatau lo boleh makan ini apa nggak" ucap Clarissa sambil meletakkan sekotak cheesecake di atas nakas.

"Makasih. Lo ngapain kesini?" Tanya Ryan. Clarissa tampak tersinggung mendengar pertanyaan Ryan.

"Jenguk lo lah! Ngapain lagi?"

"Yaa, gue masi sama aja kayak kemarin keadaannya? Tapi makasih, udah mau nyempetin waktu jenguk gue" jawab Ryan. Clarissa mengangguk.

"Ada apa di sekolah?" Tanya Ryan. Clarissa mendengus.

"Udahlah, lo masi sakit aja mikirin sekolah! Mending lo fokus biar cepet sembuh!" seru Clarissa kesal. Ryan tertawa.

"Aduh, hahaha-uhuk uhuk!" tawa Ryan diakhiri dengan dirinya yang terbatuk. Clarissa mendekat khawatir, sementara Ryan masi terbatuk-batuk.

"Eh, gue ambilin minum ya!" seru Clarissa panik. Ryan mengangguk. Clarissa meraih botol yang ada di meja samping kasur Ryan, membantu meminumkannya kepada Ryan.

"Makasih-hhhh" Ryan mengangguk kepada Clarissa.

"Aduh, lo mau gue panggilin dokter?!" Clarissa jelas panik saat ini. Mamanya Ryan sedang ada urusan dengan orang butiknya sehingga ia diminta menemani Ryan sebentar.

"Gausah, gue oke kok" Ryan mengangguk, berkata pelan. Ryan menaikkan kembali masker oksigen yang tadi ia turunkan ke lehernya, kemudian berbaring sambil memijat pelipisnya. Clarissa mengangguk, kembali diam di samping tempat tidur Ryan.

"Lo kalo mau cerita lagi, cerita aja. Gue tanggepin kok. Tapi ini kepala gue lagi pusing banget, gue sambil merem ya?" Ucap Ryan. Clarissa menggeleng.

"Lo...sakit banget ya pasti?" Tanya Clarissa pelan. Ryan membuka matanya segaris, kemudian tersenyum.

"Kalau sakit, itu jelas. Tapi sejauh ini gue masih bisa tahan kok gimana sakitnya. Udah takdir gue, gue sakit begini. Jadi yaudah" jawab Ryan. Clarissa mengangguk-angguk. Keheningan menyergap mereka cukup lama.

"Bisa minta tolong ambilin minyak kayu putih di laci ngga?" Tanya Ryan tiba-tiba. Clarissa beranjak dari tempatnya, membuka-buka laci. Setelah menemukan minyak, Clarissa menyelipkannya dalam genggaman tangan Ryan yang masi terpejam.

"Anu, Clarissa, boleh ngga gue minta tolong usapin ke kening gue? Tangan gue lemes banget" ucap Ryan. Clarissa melihat tangan Ryan yang masi menggenggam minyak yang ia berikan, memang tangan Ryan tampak tremor parah. Clarissa mengiyakan, menanyakan apakah ia mau dinaikkan sedikit bagian sandaran kepalanya. Ryan hanya mengangguk, napasnya terlihat memburu. Masker oksigennya pun sudah penuh oleh uap napasnya. Ryan menarik tangannya yang tertancap infus untuk memegang kepalanya.

"Astaga Ryan! Tangan lo dingin sekali!" Seru Clarissa ketika hendak mengambil minyak dari genggaman Ryan. Ryan hanya menggangguk. Clarissa buru-buru mengusapkan minyak tersebut ke kening Ryan, berhati-hati agar tidak mengenai matanya.

"Ini kalo gue usapin di tangan lo boleh gak?" tanya Clarissa. Ryan hanya mengangguk. Clarissa jelas panik, apalagi melihat bibir Ryan yang pucat membiru. Clarissa meraih kedua tangan Ryan, menggenggamnya sambil mengusap-usap tangannya dengan minyak kayu putih.

"Clarissa, calm down, dont panic. Gue gapapa, yang kayak gini emang sering terjadi" ucap Ryan menenangkan Clarissa. Clarissa yang sudah kepalang panik menggeleng. Clarissa terus aja mengusap-usap tangan Ryan, membantu menghangatkannya. Tidak lama, Ryan berangsur-angsur membaik.

"Thanks, ya. Gue udah mendingan kok" Ryan tersenyum, meski matanya hanya bisa terbuka segaris.

"Lo sering kayak gini?" Tanya Clarissa. Ryan menggangguk.

"Biasanya gue survive sendirian, karena itu termasuk serangan kecil bagi gue. Tapi, makasih banyak udah nenangin gue tadi. Lo bener-bener membantu" ucap Ryan sambil tersenyum. Clarissa hanya terdiam, mencoba mencerna.

       Cukup lama mereka terjebak dalam diam. Ryan yang sudah bermain kembali dengan iPadnya dan Clarissa yang memainkan hpnya. Tak lama, ada suara ketokan di pintu.

"Gue buka ya" ucap Clarissa kepada Ryan. Ryan mengangguk, berterima kasih. Ternyata yang datang adalah kedua teman Ryan, Reyhan dan Rama.

"Yo bro! Gue dateng lagi nih" seru Reyhan sambil mendatangi ranjang Ryan. Ryan memutar bola matanya malas.

"Sendirian aja? Tante mana?" Tanya Rama pada Clarissa.

"Tante tadi katanya mau ke butik" jelas Clarissa. Rama mengangguk paham, kemudian berjalan mendekati Ryan.

"Lo abis kambuh ya barusan?" Tebak Rama. Ryan mengangguk. Tidak ada gunanya berbohong pada Rama.

"Kok lo tau?" tanya Clarissa heran. Rama tertawa.

"Gue temennya dari kecil, ya jelas gue tau dong" ucap Rama. Clarissa mengangguk-angguk mengerti. Rama membenahi selimut Ryan.

"Udah dibalurin minyak? Gue balurin ya?" tanya Rama.

"Udah tadi sama Clarissa"

"Gue balurin lagi ya? Habis itu tidur. Maaf gue gabisa manggil mama lo sekarang, gue gantiin dulu gapapa ya?" tanya Rama. Ryan hanya bisa mengangguk.

"Rama telaten banget asli, udah kayak mamanya. Dari dulu gue bagian disuruh-suruh sama dia. Liat aja habis ini" bisik Reyhan pada Clarissa. Clarissa tertawa.

"Reyhan, bantu gue balurin minyak ke Ryan!" Seru Rama tak lama kemudian.

"Tuh kan, gue bilang juga apa" bisik Reyhan kepada Clarissa lagi. Clarissa hanya bisa tertawa.

Rama kemudian membaluri sekujur tubuh Ryan dengan minyak kayu putih. Setelah itu, Rama menaikkan selimut Ryan sampai sebatas leher, kemudian menurunkan sedikit pengaturan ranjang Ryan.

"Udah, istirahat. Gue tungguin disini" ucap Rama. Ryan mengangguk, mulai memejamkan matanya.

"Lo capek banget ya? Sakit banget?" tanya Rama pelan. Ryan mengangguk.

"Banget, Ram" jawab Ryan. Air mata Ryan menitik sedikit.

"Udah udah, jangan nangis dulu ya? Istirahat. Gue tungguin disini, ada Reyhan sama Clarissa juga disini. Lo tidur ya?" Rama mengusap-usap rambut Ryan pelan, sampai ia tertidur.

"Sehat-sehat, Ryan. Gue gamau lo sakit" ucap Rama pelan, setelah memastikan Ryan tertidur. Rama berbalik badan, menatap Clarissa.

"Setelah ini, jangan sampai ada orang lain yang tahu kondisi Ryan yang seperti ini ya?" Rama menatap Clarissa dalam. Clarissa mengangguk patah-patah. Sejak saat itu, Clarissa tahu, dibalik sosok Ryan yang begitu berwibawa, ada sosok lain dirinya yang begitu rapuh.

He's SickNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ