Pulang

4 0 0
                                    

      "Nanti sore udah bisa pulang, tapi nasal kanulnya tetep dipake ya" pesan dokter Ardhito. Ryan reflek menggeleng.

"Ngapain? Aku sudah sehat" jawab Ryan. Padahal saat ini ia sedang duduk di ranjangnya, memakai masker oksigen karena asmanya sempat kambuh tadi shubuh. Dokter Ardhito menggeleng.

"Hasil tes kamu masih cukup rendah untuk dibilang sehat, harusnya kamu belum boleh pulang ini. Mau pake nasal kanul apa nginep lagi disini dua hari?" ancam dokter Ardhito. Ryan mendecak.

"Sus, siapin portable oxygen ya buat Ryan" titah dokter kepada salah satu suster. Suster tersebut mengangguk. Setelah mengecek keadaan Ryan, dokter Ardhito pun keluar. Setelah dokter keluar, mama mendekati Ryan dan duduk di sebelahnya.

"Sehat-sehat ya sayang, mama gamau liat kamu sakit lagi" ucap mama sambil merangkul Ryan dan mencium pucuk kepala Ryan. Ryan mengangguk, menenggelamkan dirinya di pelukan mamanya.

"Hati-hati sayang, nanti kelepas maskernya" ucap mama sambil mendongakkan kepala Ryan, membenahi masker oksigen Ryan.

"Maa, aku udah ga kenapa-kenapa" rengek Ryan, bahkan sekarang ia sudah menurunkan maskernya. Mama tertawa, mengasak-asak rambut Ryan.

       Menjelang sore, dokter Ardhito kembali datang bersama suster, untuk melepaskan alat-alat yang terpasang di tubuh Ryan. Setelah Ryan selesai berganti baju, suster memasangkan nasal kanul ke hidung Ryan dan merekatkannya dengan micropore tape. Suster tersebut kemudian menyambungkan selang nasal kanul dengan portable oxygen, juga mengajari Ryan cara memakainya. Mama sedang pergi mengurus administrasi rawat inapnya.

       Setelah suster keluar, Ryan mengecek lagi portable oxygennya. Ryan kemudian melapisi bajunya dengan hoodie dan memakai masker. Tidak lupa kacamatanya ia pakai. Tidak lama, mama kembali ke kamar.

"Sudah siap? Ayo pulang kalo gitu" ajak mama.
"Dijemput supir?" tanya Ryan. Mama mengangguk.
"Udah dateng, ayo" ajak mama sekali lagi. Ryan mengangguk, mengikuti mama.

       "Gue udah pulang dari rs, kalo mau kesini, cepetan keburu malem" ucap Ryan, mengabari Reyhan dan Rama melalui telepon. Ryan sekarang sedang berbaring di kasurnya, dia sudah berganti baju sejak tadi. Ryan menatap langit-langit kamarnya, bergantian dengan ia memandangi kontainer obat yang barusan ia susun.

       "Udah sehat?" tanya Reyhan begitu memasuki kamar Ryan. Ryan mengangguk.
"Udah sehat kok masi pake selang kayak gitu" timpal Rama. Ryan mendengus.
"Pasti lo maksa mau pulang, kan?" tebak Rama. Ryan menghela napas.
"Ya gimana, kalo gue ga minta pulang pasti makin lama gue nginep disana" jawab Ryan. Reyhan sudah duduk di sofa yang ada di kamar Ryan, menyalakan tv.
"Ayo kita nonton, merayakan kepulangan Ryan!" seru Reyhan. Rama menyusul Reyhan duduk di sofa tersebut, juga Ryan. Dalam hati Ryan, ia sangat bersyukur memiliki teman seperti mereka.

       Menjelang tengah malam, mereka mulai mengantuk. Rama menepuk-
nepuk pipi Ryan yang mulai tertidur, sedangkan Reyhan sendiri sudah terlelap dari tadi. Ryan terkantuk-kantuk menuju kasurnya, ia bahkan hampir lupa memindahkan portable oxygennya.
"Bentar bentar, lo minum obat dulu" Rama menahan tangan Ryan yang sudah hampir berbaring di kasur.
"Gausahh, gue ngantuk" mata Ryan mengerjap-ngerjap, bersiap membaringkan diri lagi. Rama kembali menahan tubuh Ryan.
"Iya bentar, lo minum dulu bentar" Rama menyodorkan beberapa obat yang ada di kotak obat Ryan. Ryan mengambil semuanya langsung, memasukkannya ke dalam mulut. Rama pun membantu Ryan memegangi gelas karena Ryan sudah ngantuk berat, pegangannya pada gelas tidak akan kokoh.
"Udah sana tidur" ucap Rama. Ryan mengangguk, menarik selimut menutupi tubuhnya. Rama berjalan kembali ke sofa, sofa milik Ryan bisa dibuka menjadi kasur, membaringkan diri di sebelah Reyhan yang sudah lelap.


       "Ryan, ada bang Hesa datang kesini" mama membangunkan Ryan yang masih terlelap pagi-pagi. Ryan tidak merespon, berpindah posisi.

"Udah gapapa bunda, biar abang tungguin sampe bangun aja" ujar bang Hesa mencegah mama membangunkan Ryan. Hesa sendiri pergi berkunjung ke rumah Ryan, setelah mendapat kabar kalau sepupunya itu sudah pulang dari rumah sakit. Setelah mama meninggalkan mereka di kamar Ryan, Hesa membaringkan badannya di kasur. Hesa mengamati kamar Ryan yang sudah lama tidak ia kunjungi. Tipikal kamar anak lelaki pada umumnya, belum lagi karena dua temannya datang menginap.
       
       Cukup lama Hesa berdiam diri di kamar Ryan, sampai tiba-tiba anak tersebut terbangun. Ryan duduk, mengucek matanya, sampai ia menyadari bahwa Hesa ada di kamarnya?

"Loh bang? Sejak kapan disini?" tanya Ryan kaget.

"Barusan sih. Lo katanya udah sehat, kok masih pake nasal kanul?" tanya Hesa heran. Ryan mengangkat bahunya.

"Kata dokter suru dipake dulu" Hesa mengangguk-angguk saja mendengar jawaban Ryan.

"Ayo sarapan, bangunin juga itu mereka berdua" titah Hesa pada Ryan.

"Bentar, gue lepas ini dulu terus cuci muka" Ryan masi berusaha melepas micropore tape yang melekat di pipinya.

"Emang gapapa kalo di lepas?"

"Ya gapapa si, ntar dipake lagi habis makan aja" Ryan mengedikkan bahunya, sudah melangkah ke dalam kamar mandi.

       "Nanti jangan lupa diminum obatnya" ucap mama sambil menuangkan sayur ke piring Ryan. Ryan mengangguk, sibuk mengunyah makanan.

"Ma, besok aku sekolah ya?" Ryan berkata penuh harap. Mama mengangguk.

"Yes!" jelas Ryan senang.

"Jaga diri lho ya, Reyhan sama Rama, tante titip Ryan ya, omelin aja anaknya kalo macem-macem" Mama menanggapi.

"Siap tante, kita bakal ngomelin dia terus" Reyhan menimpali. Mereka yang ada di meja makan tertawa semua.

       Selesai makan dan mandi, Ryan kembali ke kamarnya, disambut Hesa yang daritadi berada di kamarnya. Reyhan dan Rama sudah mandi duluan, sekarang sudah duduk menonton film.

"Ayo sini bang! Yan! Nobar kita" ajak Reyhan. Ryan mengangguk, mengambil tempat di karpet sambil membawa kotak obatnya, portable oxygen, dan sebotol air minum. Hesa sedang memperhatikan Ryan yang meminum obatnya satu persatu.

"Kenapa bang? Mau?" tanya Ryan. Pasalnya Hesa terus memperhatikannya daritadi. Hesa menggeleng.

"Itu gak pait?" tanya Hesa. Ryan meneguk air minumnya.

"Cobain deh bang biar tau rasanya" Ryan menggeser kota obatnya ke arah Hesa. Hesa menggeleng. Ryan kemudian bergeser ke arah cermin di kamarnya, memosisikan nasal kanul di bawah hidungnya, kemudian menyalakan mesinnya. Ryan memastikan sejenak bahwa sudah ada aliran oksigen di selang tersebut, baru merapatkan perekat yang ada di bawah leher. Tak lupa ia juga menggunting micropore tape, agar tidak gampang terlepas.

"Sini gue pasangin" Hesa menawarkan diri untuk memasang micropore tape, supaya Ryan tidak perlu ke depan cermin lagi.

"Lo sampai kapan pake ini?" tanya Hesa.

"Sampe check up berikutnya, harusnya. Tapi kan ga mungkin gue sekolah pake ini, jadi gue pake di rumah aja" jawab Ryan enteng.

"Emang boleh kayak gitu?" tanya Rama. Ryan mengedikkan bahunya.

"Harus boleh. Masa gaboleh?" tanya Ryan.

"Terserah lo deh" Rama pasrah, kembali menonton film.

He's SickWhere stories live. Discover now