Tuduhan Ferdi

14 0 0
                                    

“Ada apa, Va? Pesan dari siapa?” tanya Ricky melihat wajah Eva bertambah muram.

“Ferdi,” Eva mengangkat wajahnya hingga beradu pandang dengan Ricky. “Dia ingin tahu aku ada dimana. Pasti dia heran karena aku dan anak-anak tidak ada di rumah waktu dia pulang.”

“Loh, memangnya Lisa dimana?” tanya Ricky cemas. Dia tidak melihat anak pertama Eva di ruangan rumah sakit ini.

“Kutitipkan pada Della.” Hati Eva tersentuh melihat kecemasan Ricky. Lihatlah Ferdi, bahkan seorang pria yang tidak memiliki hubungan darah dengan Lisa masih mencemaskan kondisinya. “Aku harus jawab apa, Rick?” Sekarang Eva yang cemas. 

“Jawab saja terus terang, kamu ada di rumah sakit,” saran Ricky. Ferdi perlu tahu kalau anaknya di rawat di sini."

“Kalau dia datang ke rumah sakit dan membuat keributan?”

Ricky menggeleng tegas. “Tidak mungkin dia berani membuat keributan di sini. Terlalu banyak orang. Laki-laki pengecut seperti dia hanya berani menyakitimu di tempat sepi. Tanpa saksi atau orang yang bisa menolongmu.”

Eva mengangguk lemah. Pendapat Ricky sungguh masuk akal. Ferdi memang tidak pernya menyakitinya saat ada orang lain. Dia bisa bersikap sangat manis, hingga tidak ada seorang pun yang percaya Ferdi bisa menyakiti istrinya.

[Aku ada di rumah sakit. Alya demam]

Pesan Eva telah terkirim dan dibaca oleh Ferdi. Beberapa menit Eva menunggu, baru masuk jawaban.

[Va, taro uang di mana? Laper nih, gak ada makanan. Mau beli nasi goreng]

Reflek, Eva mengelus dada saat membaca jawaban Ferdi. Kenapa yang ditanyakan malah uang dan makanan? Bagaimana bisa dia sangat tidak peduli pada anaknya? Tidak ada satu patah katapun menanyakan kondisi Alya. Tapi Eva tidak bisa lama-lama bersedih. Perawat yang tadi memeriksa Alya sudah datang lagi.

“Ibu, kamar untuk Dek Alya sudah siap. Saya bawa Adek ke sana ya?”

“Oh iya silakan, Ners.” Eva berdiri dari tempat duduknya. Memandang perawat memindahkan Alya yang sudah tertidur ke tempat tidur beroda, memindahkan gantungan infus dan mendorong tempat tidur itu keluar kamar. Eva dan Ricky berjalan beriringan di belakang perawat itu.

“Kamu bisa pulang sekarang, Rick. Maaf ya, kamu jadi ikut repot.” kata Eva perlahan pada Ricky, saat Alya sudah pindah ke kamar perawatan. Ada tiga tempat tidur di dalam kamar itu, tapi hanya satu yang terisi. Evan dan Ricky duduk bersisian di kursi terpisah.

“Seharusnya kamu biarkan Alya menginap di kamar VIP,” sesal Ricky ikut berbisik, seakan tidak mendengar kata-kata Eva. “Di sana tersedia dua tempat tidur. Jadi kamu bisa ikut beristirahat. Kalau di sini cuma ada tempat duduk.”

“Tidak apa, Rick, aku bisa tidur di tempat duduk ini kok. Lumayan empuk.”

“Lalu besok pagi badanmu pegal semua, karena tidur tertekuk-tekuk begini.”

Eva tersenyum kecil. “Sudahlah, kalau kita berdebat sampai pagi, bisa-bisa pasien di sebelah protes karena kita berisik. Sungguh aku tidak apa-apa, Rick. Kamu pulang saja. Besok kerja ‘kan?”

“Kamu tahu aku bebas bolos atau masuk kapan saja aku mau,” Ricky menyodorkan fakta sebagai pemilik perusahaan. “Aku ikut menunggui Alya di sini.” Dia malah berdiri dan membuka jaketnya. 

Mantan Terindah Eva Where stories live. Discover now