Problem level 1

5 1 0
                                    

Ekor mata Ragas mengikuti arah gadis centil yang duduk di kursi kosong sampingnya tadi. Arabella, gadis itu melangkahkan kaki keluar setelah menyadari Ragas duduk di sampingnya. Sepertinya Arabella tak menyukai keberadaan Ragas, tapi memangnya dia bisa apa? Tempat ini kan memang milik Ragas dari awal.

Setelah memastikan Arabella keluar dari kelas, Ragas langsung membalikkan badan ke belakang, menatap Putra, Giu, dan Nathan yang juga sedang menatapnya cemas. "WOY SIALAN, ngapain nih cewek duduk di samping gua sih?" kesal Ragas mendorong kursi di sebelahnya yang di sana ada tas merah muda milik Arabella itu.

"Gua dateng langsung gitu," jawab Putra. Tapi Giu cepat-cepat menggeleng. "Enggak, tadi dia malah dateng-dateng langsung duduk di samping Nathan, gue lagi ngobrol sama Nathan langsung bingung banget kenapa dia tiba-tiba duduk di situ. Untungnya Nathan ngusir dia cepet-cepet yahh walaupun dia kayak ngga terima gitu, tapi dia tetep pergi juga," ucap Giu membuat Ragas dan Putra menatap ke arah Nathan. Nathan cuma bisa mengangguk saja karena apa yang Giu katakan memang benar.

"Terus dia kenapa ke kursi sebelah guaaa??!" Ragas masih kesal dan tak terima dengan ini. Dirinya memang mendambakan teman satu meja, tapi jika orangnya seperti Arabella, Ragas sih ogah. Lebih baik dia duduk sendirian selama tiga tahun ini daripada harus repot-repot menahan sabar duduk dengan orang menyebalkan seperti gadis itu.

Giu mengangkat bahu saja. "I don't know. Mungkin karena dia liat kursi samping lo masih kosong," kata Giu. Ragas berdecak. "Sialan," desisnya. "Kenapa lo nggak ngusir dia juga sih, Gi? Gua ogah bener satu meja sama ini anak centil."

Giu dan Putra kontan tertawa mendengarnya. Bahkan Nathan terkekeh kecil di belakang sana. "Liat cerminnya," ujar Nathan makin membuat Giu dan Putra tertawa kencang. Sementara Ragas langsung melihat ke arah meja sampingnya, Arabella memang membawa cermin sebesar buku paket dan ia tinggalkan begitu saja di mejanya tadi.

Putra memegang perutnya. "Sialan, Nathan julid era," katanya. Giu masih belum bisa menghentikan tawanya. Gadis dengan selera humor yang rendah itu tentu tidak bisa melewatkan momen lucu seperti ini. "Aduh, gue ngga kuat. Gue mau ketawa," katanya ikut memegang perut seperti Putra.

Ragas memukul kepala Giu dengan pensilnya pelan. "Lu daritadi udah ketawa woy," peringatnya. "Huh, Sera mana dah lama banget? Gua mau ngusir nenek lampir ini aja rasanya." Ragas kemudian menolehkan kepalanya ke arah pintu masuk kelas. Berharap teman perempuannya itu segera muncul dari balik sana tapi hampir satu menit menatap pintu, batang hidung Sera belum kelihatan juga.

"Emang kalau Sera udah dateng, lo mau ngapain?" tanya Putra penasaran. Nathan dan Giu ikut menyimak. "Sera pasti udah dikasih tau Pak Alwi tentang kursi duduknya si Bella Bella nenek lampir itu kan? Gua harap dia emang bukan di sebelah gua dah duduknya," jawab Ragas mengepalkan kedua tangan di depan dada dan merapalkan sebuah bisikan doa.

Giu lagi-lagi terkekeh. "If she actually sits next to you, gue bakal ketawa kenceng banget sih Gas di depan lo," katanya. Nathan langsung menepuk pundak Giu sebagai tanda setuju bahwa dirinya juga akan tertawa kencang di depan Ragas jika Bella benar-benar duduk di sampingnya. Nathan dan Giu pun berhigh-five bersama.

Kemudian pengakuan Nathan membuat yang lain sontak menatapnya. "Tapi gua kayak pernah liat dia di mana gitu," gumam Nathan pelan tapi masih bisa didengar jelas oleh yang lain. "Dimana?" Putra bertanya penasaran. Nathan mendongak setelah berpikir panjang, tapi jawabannya sungguh membuat kesal. "Gua lupa," katanya.

"Yeee jangan-jangan dia temen lu kali, Nath," ujar Putra. Nathan menggeleng kuat. "Bukan," katanya. Memang Nathan tidak punya teman lagi kan selain anak phoenix di sekolah ini? Untuk mengenali seorang gadis pun Nathan juga tidak pernah. Dia hanya dekat dengan Giu dan Sera sekarang.

Alpha CentauriOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz