[ Romeo ]

5K 774 15
                                    


"There's an old saying that applies to me: You can't lose a game if you don't play the game."Romeo


(3rd flashback flies)


Jakarta, November 2005.

"Gemima Sada!!! I love you!" seruan suara Ghava terdengar sampai di tempatku dan Gania duduk, tepat di kursi panjang di depan kelas gadis yang duduk bersebelahan denganku sekarang. Ghava ada di lantai dua tepat di gedung seberang lapangan, di depan laboratorium Fisika karena dirinya baru saja menjalani rangkaian ujian praktikum pembiasan cahaya menggunakan sebuah prisma.

Sejak minggu lalu kelasnya memasuki Bab pelajaran mengenai pembiasan, Ghava sudah grasa-grusu karena baginya Bab yang satu itu sedikit memusingkan karena banyak sekali garis dan sudut, ya... you know Snell's Law, Ghava melihat teorinya saja sudah sebegitu rusuhnya, ditambah harus ada praktikum yang membutuhkan kejelian mata. Berhubung kelasku sudah menjalani rangkaian ujian sejak hari Senin, Ghava menjadi sangat berisik merecokiku untuk mengajarinya agar praktikum yang berlangsung hari ini berjalan lancar. Jadilah sejak kemarin sore aku harus merelakan waktu kursus Bahasa Inggrisku dan mengajarinya membuat sudut-sudut datang cahaya yang melalui media prisma.

Dan lihatlah sekarang laki-laki itu sedang melambai girang membawa selembar kertas praktikumnya di lantai dua sana dan berseru lantang yang membuat anak-anak lainnya sempat menghentikan kegiatan mereka dan memindahkan atensi kepada anak lelaki itu.

"Ghava gila kali," desis Gania ketika aku hanya mendengus melihat tingkah lelaki itu yang masih melambai-lambai dari lantai dua sana. Sepertinya ujiannya hari ini berjalan lancar. "Ngapain coba teriak-teriak gitu, malu-maluin dasar," Gania menatap dengan pandangan kesal sedangkan Ghava sudah berlari menuruni tangga, sepertinya dia akan menghampiri kami di sini.

"I love you, I love you, naksir beneran aja nanti."

Cetusan kalimat terakhir Gania membuatku terdiam dan menerbangkan ingatanku ke beberapa waktu lalu di mana aku mendapatinya sedang berbicara dengan Kak Malik di hari final pertandingan basket mereka.

Sore itu setelah selesai dengan pertandingan yang menempati kami pada posisi dua dengan total score selisih tipis 47:45 untuk SMAN 70, aku yang memang datang ke GOR dijemput dengan Kak Malik menggunakan mobilnya, juga berjanji untuk mengantarkan aku pulang. Setelah sepakat bertemu di parkiran GOR saja karena lelaki itu harus kumpul evaluasi dengan tim dan coach mereka, juga mandi dan bersih-bersih, Gania dan Kak Luki menemaniku di kursi penonton venue lapangan yang juga masih sedikit ramai, kami menyaksikan ceremony pemenang sampai selesai walaupun itu bukan dari sekolah kami sampai pesan masuk dari Kak Malik datang dan mengatakan kalau dirinya sudah siap jalan ke parkiran.

Aku, Gania dan Kak Luki dengan segera beranjak dari tempat kami duduk dan sedikit berdesakkan ketika ingin keluar dari venue GOR karena penonton pertandingan ini benar-benar penuh. Sementara Gania dan Kak Luki parkir di luar gedung GOR dan pesan dari Kak Malik menunjukkan bahwa mobilnya diparkir di dalam, aku dan Gania memutuskan berpisah setelah menuruni undakan tangga pintu masuk venue GOR. Kakiku melangkah bersama beberapa orang yang juga sedang menuju parkiran mobil di sisi kiri gedung GOR, melewati beberapa mobil sampai aku bisa menemukan Kak Malik yang berdiri memunggungiku di depan mobil Jazz silvernya, aku sedikit menggeser kepalaku untuk melihat lawan bicaranya dan aku mendapati Ghava ada di depan lelaki itu sedang menatap dengan tatapan tegas dan kedua tangannya bersedekap seolah mengancam, atau menantang? Entahlah.

Tell No Tales | CompletedWhere stories live. Discover now