In A Nutshell

3.6K 633 92
                                    

[If it's an exam, it's an open book. — A's]




"I would prefer not to."Herman Melville


Jakarta, Juni 2019

Memasuki bulan ini, tim-ku sudah benar-benar disibukkan dengan final project RHR yang akan rilis beberapa hari lagi. Semua sudah melalui segala tahap mulai dari presentasi akhir di depan semua direksi, perbaikan yang kesekian kali dengan tahap minor dan penyempurnaan sampai akhirnya hari ini kami membuat kesepakatan mengenai tanggal rilis Real Hygen Racing yang akan diumumkan kepada pers di minggu depan sembari membahas soal izin dan juga pemasarannya.

Hari ini beberapa orang dari tim Gameart akan bertandang ke sini, termasuk Re. Membicarakan lelaki itu, sudah beberapa hari ini aku tidak membalas pesan darinya ataupun menerima panggilan lelaki itu—ya aku menjauh darinya. Aku tidak tahu kapan lelaki itu kembali dari Singapore semenjak hari di mana dia aku lihat ada di dalam apartemen Gania melalui sambungan video, aku juga kembali ke rumah Nana setelah membawa banyak sekali pakaianku di dalam koper, aku sedang ingin menjauh dari mereka semua dan memilih untuk menutup segala akses. Mungkin Re sudah mendapatkan informasi dari Yaya soal aku dan Ghava— entahlah, Re juga tidak mencoba untuk mendatangi rumah Nana karena panggilan dan pesan untukku saja tidak ada yang terbalaskan.

Lusa kemarin aku kembali menghubungi Gania dan mengatakan kalau aku akan ke Singapore kemungkinan di minggu depan untuk mengambil annual leaves-ku beberapa hari hanya saja aku tidak memberikan tanggal pastinya, dan wanita itu berceloteh riang bahwa dia akan mengatakan kepada tunangannya untuk juga datang di waktu yang sama denganku sehingga kami bisa bertemu dan saling mengenal. Aku sudah menduga akan hal itu dan menyiapkan segala halnya dengan memberikan jawaban riang seolah tak sabar bertemu di hari itu nanti, dan sialnya postingan wanita itu di siang harinya membuat segala persiapanku justru sedikit goyah. Gambar dua orang yang duduk di sebuah bar stool dengan pemandangan gedung-gedung bertingkat yang disajikan dari sebuat rooftop, membuatku terdiam cukup lama hari itu. Gambar dua orang itu adalah Gania dan Re yang tersenyum menghadap kamera dengan sebuah buket bunga besar di pangkuan Gania, mereka sama-sama menggunakan pakaian warna hitam, Gania terlihat cantik, Re terlihat tampan, itu kah hari di mana Re melamarnya? Karena tersemat caption gambar hati di bawah gambar pasangan itu dan Gania menon-aktifkan komentar. Mengecek apa wanita itu memberi tag akun pada gambar lelaki di sampingnya, membawaku ke halaman akun sosial media milik Re. Tidak banyak gambar yang ada di sana, beberapa foto gedung bertingkat di beberapa negara dengan tag location yang menjelaskan, beberapa foto berbau softball dan basket, ada satu gambar dirinya menggunakan beskap hitam bersama Yaya dan tidak ada foto wanita manapun selain fotonya bersama Yaya, juga tidak ada fotoku yang pernah dia ambil di Bangkok waktu lalu dan sempat meminta izinku untuk diupload di sana, namun entah kenapa justru membuatku kecewa, padahal jelas-jelas foto Gania pun tidak ada. Apa yang kau harapkan sih, Gem?

"Bu, diminta ke ruang meeting atas," Nelia muncul setelah mengetuk pintu tiga kali dan kubalas seruan untuk masuk.

"Udah pada datang?" tubuhku bangkit dari kursi dan meraih ponsel dan tabletku untuk melangkah ke arah pintu di mana masih berdiri Nelia di sana.

Nelia menganggukkan kepala. "Pak David udah ada di ruangan sama Pak Angga, lainnya masih di bawah," ujarnya yang juga sudah siap berjalan ke arahku menuju lift.

No one knows how nervous I am right now, dibanding soal semua persiapan perilisan RHR, aku justru lebih tidak tenang untuk berhadapan dengan Re sekarang. Memasuki ruangan meeting di mana benar sudah ada David, Pak Angga dan Iman, setelah aku menyalami mereka dan mengambil kursiku berseberangan dengan Pak Angga, tak lama beberapa direksi masuk bersama dengan Pak Andaka dan Re juga beberapa orang lainnya yang aku yakini orang-orang dari Gameart. Re menemukan tatapan mataku dan memberikan senyumannya, melangkah pasti ke arahku yang sudah kalang kabut karena satu kursi kosong di kananku seharusnya diisi oleh Ganes, namun lelaki itu sedang izin ke toilet, khawatir Re memilih duduk di samping kananku padahal jelas kursinya ada di depan sana berdekatan dengan Pak Andaka, namun lelaki itu hanya berdiri di belakangku dan menepuk pundakku lembut untuk menyapa. Aku membalasnya dengan anggukkan halus dan senyum tipis yang singkat sampai Ganes datang dan aku memilih untuk berdiskusi dengannya untuk tidak memperpanjang obrolanku dengan Re. Sampai lelaki itu memilih untuk kembali ke tempatnya, aku bisa melihat kalau Re menyadari bahwa aku sedikit mengacuhkannya. Aku butuh fokus di sini, tidak ingin terdistraksi olehnya atau urusan hatiku, ini soal pekerjaan dan para petinggi ada di sini, kalau aku sampai membuat kekacauan hanya karena tatapan lelaki itu, selesai sudah.

Tell No Tales | CompletedWhere stories live. Discover now