Rat-A-Tat

4K 632 70
                                    


"My mission clear and true, there'll be black knights and dragons, Girl. But I will always come for you." — Emme Rollins


Jakarta, April 2019

Aku sedang menunggu kopiku yang masih kubuat dengan pad coffee setelah kembali dari tempat gym sekitar lima menit yang lalu. Seperti biasa—as a morning person I woke up too early bahkan setelah salat Subuh aku tidak lagi kembali ke atas kasur dan justru menyalakan televisi yang jarang menyala itu kecuali ada Kala dan Ghava jika berkunjung ke sini untuk memutar series Netflix, dan berakhir mengunjungi gym di lantai bawah berharap bertemu Yaya untuk bisa aku ajak berbincang namun ternyata wanita itu tidak ada di sana.

Ponselku masih terhimpit dengan pundak kanan dan telinga kananku ketika aku menunggu cairan hitam kopiku jatuh sedikit demi sedikit dari saluran kran pad coffee dan mengisi cangkir putih di bawahnya.

"Gue nggak bisa hari ini," jawabku setelah mendengar kalimat panjang lebar lelaki di seberang sana yang mengajakku hangout dan jogging sore ini ke GBK. "Gue mau ke tempat Nana."

Hari ini aku ada janji dengan Re yang semalam memastikan lagi dengan menghubungiku kalau hari ini dia akan ke tempatku dan kami akan pergi ke rumah Nana bersama-sama sampai perbincangan kami berlanjut lebih dari satu jam. Meskipun aku menjawab usulan Re waktu lalu dengan cepat, namun aku memikirkannya setiap hari sampai malam kemarin mengenai apa yang akan Nana pikirkan dengan kedatanganku bersama dengan Re, secara dipertemuan waktu lalu dengan beliau kami belum sedekat ini.

"Ya udah gue ikut, nanti gue jemput," balasnya enteng.

Duh.

"Tapi gue ada urusan dulu sebelum ke sana," kutambah alibiku agar dia menyerah dan tidak perlu ikut denganku. Masalahnya aku sudah janji dengan Re dan tidak ingin aku batalkan.

"Susah banget sih mau ketemu lo?" sewotnya kesal. "Jangan-jangan benar ya kata Nia, lo lagi dekat sama cowok. Who is he?" tembaknya tanpa jeda.

Dengan mengigit bibir bawahku, pertanyaan Ghava tak langsung aku jawab dengan gamblang. Sebenarnya tak apa juga jika Ghava tahu kalau aku mungkin sedang... ya, didekati oleh seorang pria yang aku kenal bernama Re yang adalah Kakak kembar dari Yaya tetanggaku dan salah satu relasi untuk salah satu project-ku yang masih berjalan. Tapi entah kenapa aku sedikit takut-takut kali ini, mengingat track record lelaki yang menjadi sahabatku ini jika sudah mengetahui siapa orangnya maka dia akan menelisik dan mengungkapkan hal-hal yang sebenarnya memang sering kejadian—contohnya saja soal Vano. Meskipun Ajeng juga sama visioner-nya dengan lelaki ini, namun Ajeng yang tahu kalau aku dan Re berteman dan berhubungan baik tidak banyak berkomentar. Aku sedikit mengkhawatirkan penilaian Ghava terhadap Re, karena dia sesama laki-laki kupikir memang seharusnya dia lebih tahu gerak-gerik yang dilancarkan lelaki ketika sedang memasang targetnya. Jikalau Ghava membuat impression yang tidak baik pada diri Re, aku hanya belum siap mendengarnya dari pandangan Ghava.

"Besok gue ke Caimile, deh. Kangen juga sama cheese lava croissant Caimile," jari-jariku mengetuk permukaan meja kabinet dapur dan merapalkan doa agar Ghava tidak memperpanjang topik ini dengan membahas hal lain.

"Seeya until I get to your door!" bukannya menyahuti ucapanku, Ghava justru mengatakan kalimat itu dan memutuskan sambungan tanpa mendengar balasan dariku.

Duh, semoga Ghava tidak serius dan semoga Re tiba jauh lebih dulu darinya.

Cangkir kopiku sudah terisi sampai aliran tetes terakhirnya dari kran pad coffee, kuletakkan ponselku di atas meja dan menghembuskan napas kesal. Menatap cangkir dengan cairan hitam di dalamnya itu tanpa minat lagi, memikirkan kalau tiba-tiba Ghava muncul di sini dan Re datang. Kalau-kalau Ghava memperlakukan Re seperti memperlakukan lelaki-lelaki sebelumnya yang mana terlihat datar tanpa minat, khawatir Re justru kebingungan, siapa yang tahu kalau Re benar-benar sedang pendekatan denganku atau tidak, toh Re memang hanya mengeluarkan kata 'date' bukan semacam 'I like you and I wanna we try it'—or some kind of that.

Tell No Tales | CompletedWhere stories live. Discover now