Chronicled

4K 657 44
                                    


"Sometimes I feel as if there's too much information going into too small a brain." — Caroline Carr


Jakarta, Maret 2019


Kalana (a doorwoman)

I have an awful lot of work, go get your lunch with somebody else.


"Bingung banget gue, si Kala ini kenapa. Jadi sibuk banget gitu tuh anak," keluhku setelah melihat pesan singkat yang aku kirim sebelum waktu makan siang tadi baru dibalas di jam 2 siang ini ketika aku sedang makan siang—setelah pada akhirnya Ghava yang mengajakku makan siang di sebuah steak and grill restaurant dengan sepiring steak yang sudah terpotong-potong rapi siap dimakan di atas mejaku—hasil tangan Ghava, ketika aku sampai dan piringku sudah tersaji. Tadi lelaki ini sengaja menghubungi mepet jam makan siangku, di jam satu atau dua siang biasanya setelah waktu ibadah Zuhur karena dirinya baru selesai bertemu dengan seorang teman katanya dan sudah menunggu di restoran ini. Dia telah memesankan aku prime striploin medium rare seperti biasa pesananku dan membantu untuk memotong daging-daging itu sebelum aku makan ketika aku sibuk bertukar pesan dengan Kala.

Kala baru saja membalas pesanku yang berisikan informasi kalau wanita itu sedang banyak kerjaan dan sudah meminta sang OB untuk membelikan makan siang untuknya, ini bukan baru terjadi sekali, tapi sudah berkali-kali. Meskipun aku juga jarang memiliki waktu luang untuk makan siang dengan wanita itu di hari-hari kerja, namun setidaknya dalam seminggu bisa dua sampai tiga kali, tapi sudah lebih dari dua minggu ini wanita itu seperti tenggelam saja dengan pekerjaannya. Apa dia masih punya masalah dengan Deryl?

"Ya, emang lagi sibuk kali." Sekarang tangan Ghava sedang menuangkan saus green papper ke atas daging steak milikku. "Makan dulu deh, nih." Kemudian tangan kanannya meraih ponselku untuk diletakkan di atas meja dan tangan kirinya membawa garpu untuk diletakkan di genggamanku.

"Ingat kan cerita gue kalau dia juga baru putus, Ghav?" tanyaku sambil memisahkan potongan-potongan daging empuk itu sebelum aku tusuk dengan ujung garpu dan melahap dagingnya untuk aku kunyah di dalam mulutku. My day is blessed by a piece of striploin.

"She needs some her times, perhaps. You and I have also been broke up, not even that long ago." Kedua tangan Ghava sudah terlipat rapi di atas meja, lelaki itu sudah memakan makan siangnya tadi lebih dulu bersama teman yang ditemuinya dan kini hanya menemaniku dengan menontonku makan. "Just let her be."

Aku menghentikan kunyahanku dan menatap lelaki di depanku ini. "Lo masih patah hati?" tanyaku hati-hati. "How can I help to mend your broken heart then?"

"Just enjoy that striploin I treat you," tunjuknya kepada potongan daging di atas piringku untuk menjawab pertanyaanku yang sedikit bernada iba tadi.

Sebenar-benarnya aku jelas iba dengan kisah percintaan Ghava, kali ini dia sepertinya benar-benar jatuh hati dan patah hati. Kurasa lelaki di depanku ini benar-benar mencintai Moona—mantan kekasihnya itu, meskipun Moona sudah memutuskan untuk benar-benar berakhir dengan Ghava tanpa memberikan kesempatan kedua untuk lelaki di depanku ini, tapi Ghava juga nampaknya sudah berhenti mengejar wanita keras kepala itu. Sekarang Ghava sudah kembali seperti Ghava sebelum bertemu dengan Moona yang benar-benar aku kenali, contohnya saja dagingku sudah siap santap bahkan aku lupa kapan terakhir kali Ghava memotong daging steak untukku.

Aku menusuk green bean dan jamur panggang dalam sekali tusukan untuk diarahkan ke depan mulut Ghava yang seketika memundurkan sedikit kepalanya berkat ujung garpuku mendekat. Mulutku terbuka sebagai titah untuk memintanya membuka mulut juga.

Tell No Tales | CompletedNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ