Convergence

3.8K 640 285
                                    


"Does he tell you that you're all he thinks about? Does he tell you that he lives for you? That he breathes for you? That he dreams of you every damn moment, awake and asleep? Does he tell you any of that? No, I don't think so." Mila Gray


Jakarta, Mei 2019

"Anyway, lo sama Pak Tarendra udah sejauh itu jalannya. After hearing your story, he brings me to remember some male characters in romance novels or even some movies. Manis banget itu laki," ucap Kala yang kini terduduk dengan manis di atas kursi di depan meja kerja ruanganku. It's almost 8 PM, kami baru saja selesai meeting tadi dengan direksi dan wanita ini datang ke sini untuk mengobrol sembari aku menyelesaikan beberapa hal mengenai hasil meeting tadi.

Memutuskan untuk menceritakan progress-ku dengan Re, Kala menjadi sangat semangat setiap momen yang aku lalui bersama Re kubagi dengan wajah berseri-seri. Wanita itu tak kalah menyerukan kegirangannya setiap hal-hal manis yang Re lakukan padaku kuceritakan bahkan tidak begitu detail dan tentu saja bagian curi dengar kemarin tidak aku ceritakan juga—belum lebih tepatnya, biar kubagi nanti jika sudah waktunya, berhubung itu masih harus aku simpan sendiri.

Wajahku berubah mesam-mesem mendengar penuturan Kala. Sudah kuduga, Kala akan menyamakan hal-hal manis dari Re ini dengan hal-hal romantis di dalam film atau buku-buku fiksinya itu, karena sesekali pikiran itu pernah sekelebat lewat di dalam kepalaku, seperti belajar dari mana Re ini bisa bersikap semanis dan sehangat itu dalam memperlakukanku? Mungkin karena dia pernah membaca buku-buku buatan Yaya? Atau film-film romansa yang dibintangi oleh Emma Stone since he's a fans of her. Dunno...

"Have you fallen in love?" Dengan jahil wanita itu bertanya. Melihatku tersenyum dengan cara yang menjijikan seperti ini mungkin tertebak sekali, kalau jawabannya adalah...

"Probably, how did this happen?" Balasku yang membuat pergerakan tubuh Kala seketika mendekat. Sambil menopang kedua tangannya di dagu, wanita itu cekikan melihatku.

"Ya lo pikir aja, dikasih manusia sejenis Pak Tarendra yang buat dijadiin karakter fiksi aja masih diambang nyata dan tidak nyata, tiba-tiba dia muncul betulan dalam wujud nyata yang bisa disentuh. Kalau jadi lo, gue juga udah klepek-klepek." Oceh Kala.

Kami terkikik bersama setelahnya. "Actually, he isn't that perfect, sih. Pasti lah dia punya celah-celah yang maybe I dunno yet, but for sure he has a more than good demeanor." Mataku menerawang jauh masih dengan senyuman mesam-mesem yang belakangan selalu muncul ketika nama Re terlintas di dalam kepalaku. "He's truly a good guy," bisikku setelah mengingat perkataan sang Opa dari lelaki itu.

"But yeah, Pak Tarendra emang buat lo banget sih Gem. I mean... both of you fit in being together, cewek yang cocok buat dia ya yang kayak lo. Dari segala aspek definitely he will choose you." Sesungguhnya aku ingin sekali mendengarnya dari mulut Re, jika memang aku pilihannya, apa saja yang dipertimbangkan olehnya untuk itu? Aku benar-benar ingin tahu karena baik Kala ataupun Ajeng mengatakan hal yang serupa kalau Re sudah pasti memilihku—entah dari aspek bagian mana yang mereka lihat.

"How about you and Iman?" ganti aku bertanya kepada Kala berhubung kesibukan kami membuat kami jarang bercerita seperti ini, bahkan untuk memperhatikan dua orang yang terlibat sesuatu itu aku tidak bisa menyisikan waktu.

Kala menghembuskan napas berat dan bersandar ke sandaran kursi. "Yakin lo nanya itu ke gue? Mau jawaban kayak gimana? Gue sama Iman nggak akan bisa ke mana-mana," keluhnya. Mata wanita itu terlihat memancarkan sedikit kekecewaan yang kontras dengan nada keluhan acuhnya barusan.

Tell No Tales | CompletedWhere stories live. Discover now