Additional Page: In The Family Way

7.5K 638 127
                                    


Please read it when you have leisure time, without interrupting the activities you are doing right now ]


- uploaded as a gift for Eid -



"Being grateful does not mean that everything is necessarily good. It just means that you can accept it as a gift." — Roy T. Bennett



Gemima's POV

Jakarta, Maret 2020

"Kamu udah sampai?"

Bahu kananku sibuk menahan ponsel yang menempel pada telinga kananku ketika Re membuat panggilan masuk saat aku sedang sibuk membersihkan dapur setelah membiarkan Bi Roma yang membersihkan setiap ruangan di lantai dua.

"One hour ago, langsung meeting. Ini aku keluar sebentar mau kasih kabar ke kamu." Re menjawab pertanyaanku dari seberang sana.

"Oh, ya udah go back to your meeting crowd, then."

"Sayang, maaf banget aku nggak bisa ikut antar kamu konsul ke dokter." Nada suara lelaki itu terdengar sangat menyesal.

Sebelum lelaki itu terbang hampir subuh tadi ke Hongkong, aku mengingatkannya soal jadwal USG pertama oleh dokter Obgyn yang sudah dijadwalkan dua minggu lalu setelah aku dinyatakan positif hamil dengan perkiraan kandungan memasuki usia 8 minggu, dan sudah bisa ditebak kalau Re menyesal karena reminder pada ponselnya tidak mengerjakan tugasnya dengan baik sampai penyesalan itu terus tergambar pada wajah lelaki itu sampai dia pergi meninggalkan carport.

Oke, akan aku ceritakan sedikit. Jadi, beberapa minggu lalu aku dilanda sakit kram perut yang kupikir dikarenakan oleh efek terlalu sering jogging sampai otot perutku rasanya seperti tertarik-tarik. Menikah dengan Re membuatku kembali lebih sering olahraga lari a.k.a jogging lebih sering dari sebelumnya bersama Kala. Karena kami sama-sama lebih suka lari di sore sampai langit gelap, maka seringnya setelah pulang bekerja kami sebentar mampir ke GBK atau Ancol untuk lari satu sampai dua putaran yang menghasilkan sedikit banyak keringat dan cukup pegal betis, sesekali Kala juga ikut dengan kegiatan sehat suami istri antara aku dan Re ini.

Sampai akhirnya suatu sore Kala menyarankan aku untuk mencoba menggunakan alat tes kehamilan karena dia merasa kalau aku tidak jua mengajaknya pergi untuk mewarnai kuku kami dan katanya aku terlihat sedikit lebih berisi, sampai-sampai dia membelikannya sendiri untukku saking gemasnya aku tidak bergerak sedikit pun untuk memiliki niat mengecek apakah aku hamil atau tidak sebab aku rasa gejalanya yang merujuk ke arah kehamilan pun belum ada kecuali soal datang bulanku yang terkadang memang mundur jadwalnya—aku rasa itu sudah biasa, tapi ternyata aku kurang teliti menghitung waktu mundur jadwal datang bulanku yang sudah melampaui batas mundur. Ketika Kala datang membawa dua buah alat tes kehamilan ke ruangan kantorku dan meninggalkan benda itu di atas meja yang membuatku galau selama satu jam lebih karena aku rasa lebih baik aku mengeceknya bersama dengan suamiku, pada akhirnya aku membuat satu panggilan video dengan Re untuk meminta sarannya.

Re tidak banyak berkomentar ketika aku berceloteh soal sakit kram perutku yang memang dia sudah mengetahui hal itu dari kemarin-kemarin bahkan sudah menyarankanku dengan paksaan yang berujung sia-sia untuk datang ke dokter dan memeriksanya tapi aku selalu berdalih kalau kramku sudah hilang ketika suamiku itu kembali menyuarakan soal datang ke rumah sakit, sampai aku mengatakan kalau Kala membelikanku dua buah alat tes kehamilan dan Re dibuat heboh di seberang sana sebab aku mengatakan soal kehamilan yang biasanya itu datangnya dari mulutnya sendiri dan aku hanya membalas dengan 'belum tentu aku hamil' or something else. Jadilah sore itu aku mengalah dengan benar-benar melakukan pengecekan mandiri dan mendapati hasil yang baik sampai pada akhirnya kabar baik itu segera aku serukan kepada suamiku yang langsung membuat janji dengan salah satu dokter kandungan yang pernah disarankan oleh Mama Aruna.

Tell No Tales | CompletedOù les histoires vivent. Découvrez maintenant