Perspicacious

4.6K 758 36
                                    


"Understanding is the first step to acceptance, and only with acceptance can there be recovery." — J.K Rowling



Jakarta, Desember 2018

Suara mendiang Cory Monteith menyanyikan lagu I'll Stand by You yang dinyanyikannya di salah satu episode Glee dan menjadi salah satu kesukaanku setelahnya, sedang terputar di speaker ponselku ketika aku sedang menunggu garlic focaccia bread buatanku di dalam pemanggang yang sudah jalan lebih dari 10 menit.

Pagi-pagi sekali aku bangun dan melakukan kardio dengan beberapa gerakan seperti runner skip, jump lunges, burpees, squat dan mengakhirinya dengan plank 45 detik. Karena aku lebih sering jogging seminggu sekali rasanya tubuhku masih saja terasa kaku, mungkin saja sirkulasi darahku tidak begitu bagus dan melakukan ini bisa sedikit membantu. Buktinya dari jam 9 pagi ini aku sudah aktif membuat keributan di dapurku sendiri.

Sebenarnya ini hanya dalam rangka menghabiskan isi kulkas agar besok aku bisa pergi belanja untuk kembali mengisi kulkas yang jelas kosong dan hanya ada air putih, es batu, botol-botol kecap dan saus serta sekotak susu yang nanti akan aku habiskan. Membuat focaccia juga tidak pernah ada di dalam rencana, sekitar dua jam sampai sekarang aku hanya tinggal menunggu adonan yang sudah aku letakkan di atas loyang hitam sebelum lima belas menit yang lalu aku masukkan ke dalam oven. It's totally random, mengingat aku punya bread flour dan sisa ragi jadilah aku mengidekan membuat roti ini.

Sore nanti aku akan ke rumah Nana setelah minggu lalu beliau sudah mewanti-wanti aku harus ikut dengan beliau dan juga Ajeng untuk memenuhi undangan makan malam di rumah salah seorang teman Yangki. Mengikuti alunan nada suara Cory menyanyikan lagu kesukaanku yang mana selalu membawaku mengingat salah satu hari bersejarah untuk hidupku itu aku dibawa oleh sebuah senyuman kerinduan. Dibandingkan teringat hari di mana aku diputusi oleh kekasihku di masa sekolah, aku justru mengingat Ghava yang sok menjadi seorang pahlawan dengan memukuli kekasihku, oke lebih tepatnya mantan kekasihku. Apa kabar juga Kak Malik? Setelah lulus dan tahu kalau dia berhasil pergi ke German aku benar-benar tak tahu menahu tentang kabarnya lagi, benar-benar hilang kontak. Seingatku dia juga tidak mengikuti akun sosial mediaku, mungkin dia juga masih kesal jika mengingat hari itu.

Sedang asyik-asyik bernostalgia, suara Cory berubah menjadi deringan panggilan masuk. Aku bisa melihat nama Ghava pada layar ponselku. "Kenapa, Ghav?" sapaku langsung.

"Mau mampir tapi takut masih molor tuan putri," Aku bisa mendengar suara radio samar-samar dari seberang sana, sepertinya lelaki ini sedang ada di jalan.

"Emang dari mana?"

Tumben sekali juga Ghava tidak langsung tiba-tiba muncul di depan pintu dan memilih berbasa-basi seperti ini. "Dari rumah Mama, mau balik ke apart."

Sama sepertiku, Ghava seringkali bolak-balik menginap ke rumah orang tuanya dan apartemennya sendiri. Tapi aku jauh-jauh lebih sering dibandingkan dia yang bisa sebulan hanya sekali, kalau tidak sang Mama yang cerewet karena lelaki itu tak kunjung mengunjungi orang tuanya padahal masih ada di satu area Jakarta, dia pasti akan banyak alasan.

"Gue baru bikin focaccia, nih." Pamerku dengan secara tak langsung memintanya mampir saja sebentar ke sini. Setelah insiden kami sedikit beradu argumen dengan berakhir mood yang tidak baik, aku belum kembali bertemu lelaki itu. Ghava lebih sering meneleponku dan juga aku yang belum sempat mampir ke restorannya.

Tell No Tales | CompletedWhere stories live. Discover now