Overabundance

3.4K 631 37
                                    


"I don't know where to go. I don't know what comes now."Liesl


Jakarta, April 2019

Setelah melalui beberapa drama untuk mencapai bandara dan mendapat penerbangan terakhir di jam 9 dari Bangkok ke Jakarta dengan penerbangan seada-adanya dan tiba tengah malam di Cengkareng. Sebelum aku dan Re boarding akhirnya Ajeng kembali menghubungiku dan mengatakan kalau Nana mengalami kolesterol tinggi sehingga membuat pembuluh jantung beliau menyempit maka terjadilah serangan jantung ringan setelah mengeluh dada beliau sakit sejak sore tadi, begitu info dari Ajeng. Berarti seharusnya hasil medical check up beliau waktu lalu memang menunjukkan hal-hal yang merujuk kepada hal itu dan salahku yang tidak benar-benar mengecek hasil fisik medical check up Nana kemarin, karena terlalu percaya melihat beliau sehat dan bugar seperti biasanya, sementara Ajeng tidak berlaku jujur.

Mendengar kalau Nana baik-baik saja dari mulut Ajeng pun masih belum bisa membuatku tenang sejak menunggu waktu boarding bahkan di dalam pesawat aku tidak bisa memejamkan mata dan hanya merapalkan banyak doa dan sesekali merutuki kesalahanku, sementara Re menghubungi salah satu temannya yang info darinya adalah seorang dokter bedah jantung yang ternyata punya jadwal praktik di Rumah Sakit di mana Nana berada sekarang di daerah Kebon Jeruk. Mobil taxi online yang dipesan oleh Re ini masih mengarungi jalanan gelap dan sepi berhubung ini sudah hampir pukul 2 dini hari, Re menyerahkan kepadaku sekotak susu dan roti sebelum kami masuk ke dalam mobil tadi tapi belum sama sekali aku makan dan hanya memangkunya di atas pahaku, tidak tertarik sama sekali untuk memakan itu.

Aku sedang bergelut dengan pikiranku sendiri mengenai pertanyaan Ajeng perihal mengabari Mama di Singapore, Ajeng belum mengambil keputusan untuk itu dan justru menghubungi Ghava sampai akhirnya lelaki itu juga ada di rumah sakit bersamanya kini dan tidak mencoba menghubungiku lagi setelah pesan terakhirnya yang tidak terbalas olehku dan juga panggilanku yang tidak terjawab olehnya.

"Kata Ega nggak harus bedah atau pasang ring, masih bisa pakai pemantauan dan tindakan buat nurunin kolesterolnya aja," Suara Re mengisi kehampaan ruang udara di dalam mobil ini. Apa sejak tadi dia sibuk dengan teman dokternya itu sampai ponselnya juga tidak henti-hentinya menyala?

Kepalaku menoleh dan membuat atensi lelaki itu mengarah juga kepadaku. Punggung telunjuk kanannya terarah ke wajahku dan menyentuh bagian bawah mataku. "Kamu kelihatan capek banget. Masih butuh waktu lima belas menit lagi, merem sebentar nanti aku bangunin," ucapnya lembut masih dengan mengusap lembut punggung telunjuknya di bawah mataku.

Aku menggeleng menolak saran darinya sampai akhirnya lelaki itu menggeser posisi duduknya dan menarik kepalaku untuk disandarkan ke bahu kanannya. Tangan kirinya menepuk lembut sisi kepala kananku dan sesekali berganti menjadi sebuah belaian lembut yang membuatku mengalah dan memejamkan mata saking menenangkannya. Sepertinya tanpa sadar aku benar-benar jatuh tertidur sampai belaian lembut tangan Re berpindah ke pipiku sembari memanggil namaku dengan suara rendahnya.

Mendengar namaku terpanggil kedua kelopak mataku seketika terbuka lebar dan aku dengan cepat mengangkat kepalaku dari posisi bersandar di bahu lelaki itu. Suasana area rumah sakit yang sepi sudah terlihat tepat ketika mobil ini berhenti di depan lobby rumah sakit. Tanpa berpikir panjang aku langsung membuka pintu dan melompat turun, mengindahkan panggilan Re dan meninggalkannya dengan terburu. Aku ingin dan harus melihat Nana terlebih dahulu. Dari pada berlarian, aku memilih jalan dengan langkah lebar-lebar dan gerakan yang cepat, mengecek ponsel untuk kembali melihat nomor kamar Nana yang dikirim oleh Ajeng tadi. Aku perlu menaiki lift sampai di lantai 5 untuk sampai pada lorong dengan beberapa pintu kamar-kamar dan melalui nurse station di mana ada dua orang perawat dan satu penjaga yang aku sapa untuk izin masuk mencari kamar Nana. Baru aku ingin melangkah berbelok ketika penjaga mengarahkan kamar yang aku tuju ada di lorong satunya, sosok Ghava muncul dari balik pintu salah satu kamar dan tatapan tajamnya langsung mendapatiku yang tiba-tiba berhenti melangkah dan berdiri kaku.

Tell No Tales | CompletedWhere stories live. Discover now