Obliviate

4.7K 776 41
                                    


"I mean, you could claim that anything's real if the only basis for believing in it is that nobody's proved it doesn't exist!" — Hermione Granger



Jakarta, Desember 2018.

"Gue masih nggak percaya itu tadi Pak Tarendra," gumam Kala saat kami selesai mengganti pakaian kami di ruang ganti setelah Azan Magrib berkumandang tadi dan kami memutuskan menyudahi kegiatan jogging sore kami.

Aku sedang berdiri di depan cermin westafel ruang ganti sambil memasang bando putih bergaris-garis biru yang aku bawa dari dalam mobil sebelum ke ruang ganti. "Apa lagi gue," gumamku dengan kecil.

Ini sudah kedua kalinya lelaki itu seperti lupa ingatan dalam sekejap. Entah dia benar-benar buruk dalam mengingat wajah seseorang atau memang dia tidak mau beramah-tamah dengan aku dan Kala sampai mengabaikan kami seolah seorang tak dikenalnya. Sehubung di pertemuan terakhir kami, kami sudah saling mengenal dan bertukar nama, seharusnya paling tidak kami saling menyapa tadi, apalagi kami ini relasi bisnis. Hanya saja setelah melihatnya yang acuh dan pergi dengan lalu begitu saja, aku juga sungkan kalau harus menyapanya lebih dulu, khawatir dia benar-benar lupa dan menganggap aku dan Kala sok kenal.

Meskipun Kala tidak tahu menahu tentang insiden salah mobil yang masih aku ingat dengan jelas di kepalaku ini, tapi wanita itu pernah bertemu dengan jelas bertatap wajah dan saling memperkenalkan diri pastinya di kantor Pak Andaka beberapa waktu yang lalu. Dia juga pasti sama bingungnya denganku tentang sikap Pak Tarendra yang seperti tadi, dan itu sudah terjadi dua, bahkan tiga kali! Pertama di lift, kedua di ruangan Pak Andaka, ketiga hari ini. Pak Tarendra mungkin memiliki short term memory yang akut, bisa saja itu terjadi didukung oleh pekerjaannya yang harus mengingat hal-hal penting dan hal-hal yang baginya tidak penting dia buang ke dalam mesin penghancur di dalam otak. Tapi seharusnya hubungan antar relasi antara aku dengannya tidak termasuk ke dalam hal yang tidak penting, kecuali manner yang dimiliki Pak Tarendra memang seburuk itu dan menganggap aku yang tidak ada di level tingkat yang setara dengannya bukanlah orang yang penting.

"Apa gara-gara kita nggak pakai make-up, Gem?" Kala yang berdiri di sampingku dan sedang memulas bibir dengan lipstik merahnya menerka-nerka dengan terkaan yang mungkin saja benar. Kemarin-kemarin saat bertemu dengannya aku tetap dengan tampilanku yang biasa, kok. Hanya hari ini saja tanpa make-up karena kami sedang jogging meskipun tadi kami sempat mampir ke salon, aku hanya menggunakan lipstik saja.

"Nggak tahu, mungkin orangnya emang aneh," jawabku asal. Ya kalau bukan aneh apa lagi? Dari sekian banyak alasan yang masuk akal, nomor satu masih ditempati oleh alasan bahwa dia punya memori pengingat jangka pendek, ke dua dia menganggap kami tidak penting dan ketiga ya itu tadi, aneh.

Kala menghentikan gerakan memulas lipstiknya dengan bibir mengerucut. "Tapi ganteng banget ya dia, coba dia anak Hygen, gue kasih posisi satu deh menggantikan Pak Julian," ucapnya dengan mata berbinar. "Gue tuh langsung keinget sama si Ray, dia kalau hidup beneran kurang lebih wujudnya kayak Pak Tarendra, deh. Penggambarannya aja cocok banget dia."

Lagi? Duh.

"Can we stop talking about your imagination?" Aku rasa sudah cukup aku mendengarnya membicarakan Ray-Ray whoever he is the hero from the book she reads.

"Well, kayaknya yang kali ini emang sih way from well-bred, secara doi orang penting temannya Boss. Okay, fine," wanita itu meletakkan kembali lipstiknya ke dalam pouch make-up berwarna merah muda dengan garis-garis putih dan mengangkat kedua tangannya ke udara sebagai tanda menyerah. Aku tersenyum puas dan ikut memulas lipstik pada bibirku. "Tapi lo tetap harus baca buku yang gue kasih, Gem. At least lo jangan terlalu kaku dengan membentengi realitas dan imajinasi terlalu tinggi, sometimes something impossible will happen just from imagination. Lo pikir lo masih bisa baca bukunya J.K Rowling kalau doi nggak berimajinasi? It's even made that real thru the movies. Sungkem kan lo," jelasnya panjang lebar.

Tell No Tales | CompletedWhere stories live. Discover now