[ Blue & Grey ]

3.3K 580 77
                                    


"I have learned now that while those who speak about one's miseries usually hurt, those who keep silence hurt more."C.S. Lewis


(7th Flashback flies)

Jakarta, Maret 2006

"Gem, kamu ke tempat kursus naik taxi, ya?" Suara seruan Mama terdengar ketika alas kakiku membuat bunyi pada langkah-langkahku saat menuruni anak tangga.

Kepalaku mencari-cari sumber suara ketika aku sudah sampai di lantai satu rumahku dan bisa menemukan beliau ada di di sudut ruang tamu di mana ada meja yang berisi frame foto-foto kami sekeluarga. Aku memutuskan untuk menghampiri beliau dengan membawa tas backpack-ku yang baru tersangkut di bahu kanan dan beberapa buku dalam pelukanku.

"Papa ke mana?" tanyaku untuk meneruskan seruan Mama tadi. Kepala beliau menoleh ke padaku sembari membawa satu frame foto yang diambil dari atas meja, aku melongok untuk melihat frame apa yang sedang Mama lihat di tangannya itu. Ada foto aku saat bayi, masih dengan selimut putih yang melilit tubuh kecilku di dalam gendongan Papa dan beliau tersenyum menatapku dengan wajah memuja. Foto yang selalu dipuji oleh Mama dan orang-orang jika melihat satu frame itu di atas meja, mereka mengatakan di dalam foto itu terlihat sekali bagaimana akhirnya satu manusia dewasa dan satu manusia kecil membuat satu koneksi ikatan yang sangat erat. Mungkin itu hari di mana aku pertama kali jatuh cinta, katanya... untuk seorang anak perempuan, sosok Ayah adalah cinta pertamanya, dan potret itu mungkin adalah hariku.

Senyuman Mama tak lepas dari wajah beliau. "Kemarin malam Mama mimpiin Yangti, Mama kangen, jadi Mama minta Papa buat jemput Yangti tadi pagi biar menginap di sini," dengan ceria Mama mengatakan soal rasa rindunya kepada sang Ibunda.

Yangti yang adalah Ibu dari Mamaku itu tinggal di rumah orang tua beliau di Sukabumi setelah sekitar lima tahun lalu Yangkung tiada. Sebelumnya mereka tinggal di Bogor yang padahal mereka adalah orang asli Solo, Mamaku juga sempat tinggal di Solo saat masih kecil namun beliau besar di Bogor setelah mulai memasuki remaja sampai akhirnya kuliah di Jakarta dan bertemu Papaku. Yangti tidak ingin ikut tinggal dengan keluarga kami di sini, dengan alasan beliau ingin tinggal di tempat yang jauh dari hingar-bingar dan memilih Sukabumi di mana keluarga beliau beberapa juga tinggal di sana. Melihat wajah semringah Mama membicarakan Yangti membuatku tersadar kalau beliau benar-benar merindukan sang Ibundanya.

"Jadi Papa ke Sukabumi?"

Kepala Mama mengangguk sambil meletakkan kembali frame foto yang sebelumnya dipenggang olehnya ke tempat semula dengan gerakan yang hati-hati. "Tadi pagi-pagi banget berangkat. Nanti Mama mau minta masakin opor ayam sama Yangti, kangen nggak sih Gem sama opornya Yangti?" Mama merangkulku dan kami berjalan menuju sofa untuk duduk di sana.

Aku cekikikan melihat antusiasme Mama yang terlihat sekali kalau beliau juga seorang anak yang mencintai masakan Ibunya, sama sepertiku. "Kangen banget!" Seruku sama antusiasnya. "Nanti malam aku tidur sama Yangti, ah. Biar bisa dielus-elus punggungnya," mataku menerawang jauh membayangkan elusan tangan keriput Yangki di punggungku yang selalu membuatku cepat mengantuk dan tertidur pulas.

Bibir bawah Mama mencebik dengan tatapan jenaka. "Curang! Mama kan juga mau, Gem," aku semakin dibuat cekikikan melihat tingkah Mama ini.

"Iya, deh. Malam ini Mama dulu, yang udah kangen banget-banget," aku bangkit dari posisi dudukku. "Aku jalan deh, Mam. Udah siang banget," Pamitku yang sudah menyodorkan tangan berniat menyalami beliau.

Tell No Tales | CompletedWhere stories live. Discover now